27/06/11

Manajemen kita ngga bagus. Bukan karena masyarakat!


Taman nasional merupakan kawasan pelestarian alam yang mempunyai fungsi sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang dikelola dengan sistem zonasi, yang terdiri dari zona inti, zona pemanfaatan, dan zona laoin sesuai keperluan (Undang-undang No.5 Tahun 1990). Pembentukan sebuah taman nasional di Indonesia dilatarbelakangi oleh beberapa alasan, diantaranya untuk penyelamatan sebuah kawasan yang didalamnya terdapat flora dan fauna endemik/langka, menyelamatkan budaya dan tentu saja untuk menyelamatkan kawasan hutan tropis yang masih tersisa. Di Indonesia saat ini terdapat 50 buah taman nasional yang tersebar dari pulau sumatera sampai dengan papua.
Resort merupakan jabatan non struktural yang dibentuk dengan keputusan Kepala Unit Pelaksana Teknis Taman Nasional (Pasal 31 P.03/Menhut-II/2007). Didalam sebuah taman nasional terdapat beberbagai struktur yang diduduki oleh berbagai tingkatan jabatan sampai dengan staf dilapangan. Resort merupakan garda terdepan dalam sebuah pengelolaan taman nasional. Atasan langsung dari resort adalah Kepala Seksi. Orang-orang yang berada di resort harus berhubungan langsung dengan masyarakat, baik itu masyarakat yang tinggal didalam atau disekitar taman nasional, maupun masyarakat yang melakukan kegiatan-kegiatan illegal didalam sebuah kawasan taman nasional, seperti berburu satwa, illegal loging, perambahan dan pencurian tumbuh-tumbuhan langka yang dilindungi.
Melihat pentingnya dan besarnya sebuah tanggung jawab orang di resort, maka sudah seharusnya orang-orang yang berada di garda terdepan ini memiliki kemampuan yang mumpuni. Bisa diandalkan. Mampu menganalisis masalah dengan cepat, bisa berkomunikasi dengan masyarakat dan berbaur dengan masyarakat.
Banyak program dan dana yang terkadang tersedot di Jakarta dan ditingkat Balai, sehingga membuat orang-orang tingkat seksi dan resort tidak bisa berbuat banyak dalam hal pengamanan kawasan yang menjadi tanggung jawab mereka. Anggaran tahunan yang cenderung disamaratakan disetiap taman nasional membuat sebuah anggaran tersebut tidak cukup jika operasional di taman nasional tersebut membutuhkan biaya operasional yang besar, misalnya dalam hal transportasi. Wilayah Sulawesi, Kalimantan dan Papua apalagi yang merupakan Taman Nasional Laut Kepulauan, biaya transportasi yang menggunakan boat lebih mahal dibandingkan dengan biaya perjalanan darat.
Itu merupakan salah satu masalah yang ada didalam tubuh organisasi yang mengelola taman nasional. Manajemen yang masih jauh dari kata sempurna dan ideal. Belum lagi permasalahan luasnya kawasan yang mereka kelola. Mengelola ratusan ribu hingga jutaan hektar sebuah kawasan hutan bukan sebuah perkara yang bisa dianggap enteng. Permasalahan menjadi semakin rumit jika didalam taman nasional terdapat kelompok masyarakat yang tinggal dan beranak pinak.
Setiap tahunnya permasalahan atau konflik yang terjadi antara masyarakat dan pengelola taman nasional masih sering terjadi dan terus meningkat. Beberpa konflik yang sering terjadi adalah konflik batas hutan dan taman nasional, kepentingan dalam penggunaan ruang atau penetapan zonasi, pemanfaatan lahan dan akses terhadap pemanfaatan sumberdaya alam di taman nasional.
Dibutuhkan sebuah solusi yang cepat dalam pengelolaan taman nasional. Tingginya konflik di taman nasional dan masih sering terjadinya kegiatan-kegiatan illegal disebuah taman nasional membuat beberapa kalangan tidak mempercayai sistem taman nasional dalam upaya penyelamatan sebuah kawasan hutan. Manajemen kolaborasi dan pelibatan masyarakat didalam dan disekitar taman nasional harus diterapkan. Bagaimana masyarakat bisa hidup selaras dan serasi dengan kawasan hutan. Menikmati tinggal dikawasan hutan dan menjaga tempat tinggalnya dari kerusakan. Resort harus dilibatkan secara penuh dalam sebuah perencanaan, pelaksanaan dan monitoring sebuah kegiatan/program di taman nasional. Beri kepercayaan dan ruang gerak yang bebas untuk resort. Bagi seorang Kepala Seksi dan Kepala Balai, buang jauh-jauh pemikiran tentang resort adalah sekelompok orang bawahan atau anak buah yang bisa selalu diperintah dan harus mengikuti perintah atasan. Jangan pernah beranggapan orang-orang di resort adalah sekelompok anak muda yang baru lulus dan tidak tahu apa-apa. Berbaur dan bergabung dengan bawahan adalah penting. Bagi orang lapangan team work adalah harga mati. Permasalahan utama taman nasional ada dilapangan.
“Seksi dan Resort adalah ujung tombak didalam sebuah taman nasional. Biarkan mereka membuat program dan mengelola program tersebut. Baik program dari anggaran pemerintah pusat maupun sumber dana yang lainnya. Karena mereka yang tahu situasi dan kondisi dilapangan. Kenapa disebuah taman nasional dibentuk seksi dan resort? Karena kepala balai tidak akan sanggup mengurusi semuanya. Seksi dan resort merupakan perpanjangan tangan kepala balai. Ngapain kepala balai megang semua kegiatan atau proyek?  Kepala balai cukup mengevaluasi saja pekerjaan-pekerjaan mereka. Di Kementerian Kehutanan ini aneh, semua pegawainya numpuk di Jakarta. SEMUA BERLOMBA-LOMBA INGIN PINDAH KE MANGGALA. Wong permasalahannya ada dilapangan kok. Ngga bisa menyelesaikan masalah hanya melalui telpon dan email. Hadapi langsung dilapangan. Sudah tinggal di Jakarta, semua proyek juga mereka pegang, bagaimana urusan bisa selesai. Semua program atau proyek harus langsung diberikan kepada kepala seksi dan resort biar semua orang mau kerja dilapangan. Orang-orang yang duduk di Jakarta tidak perlu diberikan proyek atau kegiatan yang berhubungan dengan urusan teknis pengelolaan sebuah taman nasional. Kurangnya waktu seorang kepala balai untuk turun ke lapangan dan berbaur dengan bawahan. Kepala Balai Taman Nasional itu 3-4 kali dalam sebulan pasti dipanggil ke Jakarta. Itu resmi panggilan dinas. Belum lagi jatah libur bertemu dengan keluarga setiap bulannya. Klo rumahnya di Jakarta, sudah pasti dia pulang ke Jakarta. Jadi kapan dia bisa ke lapangan bertemu masyarakat dan berbaur dengan anak buahnya?”.
Taman Nasional itu rusak ya karena kita orang balai. Manajemen kita ngga bagus. Bukan karena masyarakat. Jangan kita selalu mengkambinghitamkan masyarakat.
Semoga ada perubahan kebijakan yang mendasar dalam pengelolaan sebuah taman nasional. Keberadaan taman nasional yang tersebar diseluruh wilayah Indonesia ini bisa menjadi kebanggaan rakyatnya, tidak lagi menjadi sumber masalah bagi masyarakat. Transparansi dan kebijakan yang dibuat oleh seorang Kepala Balai maupun Menteri Kehutanan memang berdasarkan kebutuhan masyarakat luas bukan pesanan sekelompok orang ataupun oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab. Saya ingin memotret wajah-wajah masyarakat adat dan masyarakat lokal yang tinggal didalam kawasan taman nasional maupun disekitar taman nasional tersenyum sumeringah karena bangga dan bahagia tinggal di taman nasional.

26/06/11

Ohhhh Zhao Yunlei

Foto : tempointeraktif.com
Indonesia… Indonesia… Indonesia… dung… dung.. dung…. teriak sorak sorai penonton baik dirumah maupun di stadion istora senayan dengan hasil akhir Indonesia ”kita” kalah :(
Mengobati rasa kecawa karena tidak satupun pemain bulutangkis Indonesia yang meraih juara 1 di rumah sendiri pada Indonesia open 2011 dengan sponsor utama merek rokok kenamaan dan kegemaran dipulau Jawa, saya cukup terobati dengan memperhatikan kemolekan atlet bulutangkis asal negara china dipapan skor tivi tertulis zha/zha (nga jelas nama lengkapnya) nampak si cewek “sipit” itu manis dengan ekspresi muka yang memelas nan molek oleh sorotan kamera salah satu TV sampai-sampai salah seorang teman saya ketika nonton bareng di kamar kostan mengatakan “wuih… putihnya kayak mayat ey”

Meski jujur saya mendukung Tantawi Ahmad/Liliyana Natsir pada partai final malam ini sebagai rasa nasioalisme tentunya, tapi tak urung diam-diam saya memperhatikan si Zhao mungkin bisa jadi dukungan terselubung dalam hati ibarat lagu unggu cinta dalam hati hehehehhe….

Indonesia mungkin malu besar dan segera melakukan evaluasi pada tubuh organisasi pebulutangkisnya seperti halnya persepakbolaan nasional. Atau bila perlu mendatangkan saja pelatih dari china sana agar para atlet kita belajar dan belajar. Saya ingat dulu kata guru saya di sekolahan “berburu ilmu sampai negeri China” kurang lebih seperti itu yang beliau gembar-gemborkan kepada kami bocah ingusan kala itu.

Ah Zhao Yunlei,berapakah nomer HPmu? Penampilan dan rupamu membuatku jatuh cinta pada pandangan pertama final bulutangkis Indonesia open 2011 bisa jadi mengalahkan rasa nasionalisme saya terhadap negeriku sendiri. Iyakah? Dasarrr Wanitaaa..... bwkawkakwkawakwkawkakwkaw

06/06/11

KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT ADAT SEKITAR KAWASAN KONSERVASI

Kondisi Masyarakat Adat Terpencil
Di beberapa kawasan konservasi (KK) terdapat komunitas adat  terpencil (KAT) atau masyarakat adat yang secara turun temurun mempunyai keberadaan yang otonom. Mereka memiliki wilayah tanah adat yang  dikuasai termasuk hutan (sebagai sumber penghidupan). Berbagai kekayaan yang ada di hutan dapat dikelola untuk kelangsungan hidupnya.
Dalam kaitannya dengan konservasi sumber daya alam khususnya hutan, masyarakat adat memiliki pengetahuan dan kearifan lokal dalam mengelola hutan.

Masyarakat adat adalah ”kelompok masyarakat yang memiliki asal usul leluhur secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai, edeologi, ekonomi, politik, budaya, sosial dan sepanjang menurut kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya”.

Hak-hak Masyarakat Adat
UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan pada Pasal 67 menyatakan bahwa masyarakat hukum adat sepanjang menurut kenyataan masih ada dan diakui keberadaannya berhak:
  • Melakukan pemungutan hasil hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat adat yang bersangkutan.
  • Melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang, dan
  • Mendapatkan pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraannya.   
Pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat sebagaimana dimaksud pada Pasal 67 ayat (1) yang berbunyi hutan adat adalah ”hutan negara yang berada di dalam wilayah masyarakat adat”, ditetapkan dengan peraturan daerah (Perda). Sedangkan ayat (2) yang berbunyi ”penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat yang lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan ketrampilan” diatur dengan peraturan pemerintah (PP).  
 
Kearifan Lokal Masyarakat Adat sekitar Kawasan Konservasi
Berdasarkan hasil identifikasi dan inventarisasi masyarakat adat di KK, diketahui bahwa masih memiliki kearifan lokal dan masih diterapkan dalam kehidupan sehari-hari baik yang ada sejak ratusan tahun silam maupun yang ada sejak jaman penjajahan.
Setiap desa memiliki adat yang berbeda-beda. Dari segi sejarah masyarakat yang ada, secara garis besar dapat dibagi dalam 2 kelompok yaitu:
•Masyarakat adat yang syah (sudah ada sebelum jaman Belanda).
•Masyarakat adat yang diakui oleh Belanda (dalam pembentukan peta desa yang masih berlaku hingga sekarang). 
Hukum Adat
Berbagai hukum adat yang ada pada umumnya mengandung isyarat atau makna:
  1. Suatu wujud implementasi lahiriah dari setiap orang berupa; tingkah laku, perangai, tabiat, tata sosial, tata krama, budi pekerti.
  2. Aplikasi dalam bentuk upacara ritual keagaam / adat istiadat berupa; pernikahan, pertanian, dan sosial kemasyarakatan.
  3. Kedua hukum adat tersebut di atas mengandung makna universal yaitu suatu aturan/sistem hukum yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, secara utuh dan bernuansa religi, baik secara individu maupun sosial kemasyarakatan yang diharapkan dapat menciptakan:
  4. Suasana ketertiban, ketentraman, kedamaian, keselamatan, kebahagiaan di lingkungan masyarakat.
  5. Harmonisasi hubungan secara vertikal dan horisontal yaitu hubungan Antar individu orang-perorang, Antar suami-istri,Antar anak-orang tua, Antar tetangga,Antar masyarakat dan pemerintah, Antar manusia dengan alam lingkungannya, Antar manusia dengan Sang Pencipta. 
Mekanisme Penyelesaian Masalah Status Tanah/Lahan dan Pengadaan Kayu untuk Masyarakat Adat 
Berdasarkan kearifan lokal masyarakat adat di KK terkait dengan status tanah/lahan dan pemanfaatan kayu untuk rumah/tempat tinggal, dalam pengaturannya memiliki sanksi/hukuman yang diberikan berbeda antar satu desa dengan desa adat yang lainnya, namun hal ini tetap dianggap sebagai kekayaan budaya yang harus dijaga.

Contoh :
Kearifan Adat NGATA TORO di TN. Lore Lindu
Bagi masyarakat adat Toro, sistem pembentukan zona  adalah sudah turun temurun yang diakui oleh semua warga Toro dan saling menghormati untuk menjaga daerah ini sebagai satu aset yang dipertahankan.

Persepsi masyarakat dalam hal ini adalah bagaimana agar anak cucu mereka dapat mengenal lingkungan mereka sendiri untuk dapat dilestarikan.

Dalam kepemilikan lahan, masyarakat Toro mengenal 6 Tata Guna Lahan secara tradisional, yaitu 

1. Wana Ngikiki
Adalah zona di puncak gunung yang didominasi oleh rerumputan, lumut dan perdu. Zona ini tidak dijamah aktivitas manusia. Kawasan ini dianggap sebagai sumber udara segar (WINARA), sehingga kedudukannya sangat penting. Hak kepemilikan individu tidak diakui.
2. Wana
Adalah hutan primer yang menjadi habitat hewan, tumbuhan langka dan zona tangkapan air. Di zona ini setiap orang dilarang membuka lahan pertanian.
Kawasan ini hanya dimanfaatkan untuk kegiatan berburu dan mengambil getah damar, bahan wewangian, obat-obatan dan rotan. Dikuasai secara kolektif sebagai wilayah kelola tradisional masyarakat.
3.  Pangale
Adalah hutan semi-primer yang pernah diolah menjadi kebun tetapi telah ditinggalkan selama puluhan tahun sehingga telah berhutan kembali. Zona ini dipersiapkan sebagai lahan kebun atau sawah. Kawasan ini juga dimanfaatkan  untuk mengambil rotan dan kayu untuk bahan bangunan/rumah tinggal dan keperluan rumah tangga, pandan hutan untuk membuat tikar dan bakul, bahan obat-obatan, getah damar dan bahan wewangian.
4. Pahawa Pongko
Adalah campuran hutan semi-primer dan sekunder, merupakan hutan bekas kebun yang telah ditinggalkan selama 25 tahun lebih, sehingga kondisinya menyerupai pangale. Pohonnya biasanya besar-besar. Jika seseorang menebang pohon di kawasan ini, maka harus menyisakan dahan atau tonggak yang memungkinkan pohon tersebut bertunas kembali atau menjadi pengganti dari dahan yang ditebang.
5. Oma 
Hutan belukar yang terbentuk  dari bekas kebun yang sengaja dibiarkan untuk diolah lagi dalam jangka waktu tertentu. Di zona ini hak kepemilikan lahan pribadi diakui.
6. balingkea
Bekas kebun yang sudah berkurang kesuburannya dan sudah diistirahatkan. Biasanya diolah untuk budidaya palawija (jagung, ubi kayu, kacang-kacangan, mrica, sayur-sayuran, dll). Lahan merupakan hak kepemilikan pribadi, biasanya digunakan untuk bertani sawah.

Tidak bisa dipungkiri bahwa hukum adat khususnya yang berhubungan dengan pengelolaan SDA, masih dilanggar oleh masyarakat setempat. Setiap pelanggaran dikenakan sanksi sesuai dengan hukum adat yang berlaku yang disebut dengan GIWU.
Beberapa kegiatan masyarakat adat yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam di kawasan konservasi umumnya membentuk badan/organisasi untuk mengawal dan mengawasi aturan-aturan adat yang sudah disepakati.

Selain di TN. Lore Lindu, KAT juga terdapat dibeberapa Unit Pelaksana Teknis Ditjen PHKA lainnya, antara lain: Balai Besar TN. Kerinci Seblat, TN. Bukit Dua Belas, TN. Tessonilo, TN.
Bukit Tigapuluh, TN. Batang Gadis, TN. Wasur, TN. Lorentz, TN. Kayan Mentarang, BKSDA Jambi, BKSDA Kaltim, BKSDA Kalteng, dan masih banyak lagi.
Beberapa kegiatan masyarakat adat yang berhubungan dengan status tanah/lahan dan pemanfaatan kayu di UPT Ditjen PHKA pada umumnya sanksi dan hukum adatnya tidak jauh berbeda.


Kesimpulan
Alam dan hutan merupakan hal yang tidak terpisahkan dari pola kehidupan masyarakat adat. Semuanya hampir tergantung dengan kawasan konservasi, hal ini terlihat dari budaya dan adat istiadat  masyarakat dan perkampungan masyarakat adat yang lebih banyak  memilih daerah tempat tinggal di dalam dan sekitar kawasan konservasi.

Ketergantungan  masyarakat tersebut tidak jauh dari pola kehidupan masyarakat yang bermukim di sekitar kawasan konservasi, karena menyediakan beraneka macam bahan makanan, seperti; daging hewan, ikan, sayur-sayuran mulai pucuk hingga ke akar, umbi-umbian, madu, rotan, getah, damar, bahan obat-obatan, wewangian dan juga bangunan rumah/tempat tinggal.  Namun dalam pemanfaatannya tidak lepas dari hukum adat yang telah disepakati.