Disampaikan pada on the job training pengelolaan kawasan konservasi bagi staf fungsional Balai Taman Nasional Bukit Duabelas, tanggal 26 – 30 Juli 2010
Oleh : Kepala Balai KSDA Jambi
PENDAHULUAN
(1) Kawasan konservasi sebagai kawasan yang di dalamnya terkandung berbagai hidupan liar, dan ekosistemnya berperan sebagai penyangga kehidupan dengan potensi keanekaragaman hayati yang tidak ternilai.
(2) Potensi keanekaragaman hayati dan kawasan merupakan kebanggaan nasional sebagai kekayaan yang harus dijaga keberadaan dan kelestariannya sebagai tanggung jawab seluruh komponen bangsa (pemerintah bersama masyarakat secara luas) maupun komunitas global (dunia internasional).
(3) Potensi keanekaragaman hayati : Indonesia dengan luas daratan yang hanya sekitar 1,3 % dari keseluruhan permukaan bumi. Kaya akan berbagai species hidupan liar dan berbagai tipe ekosistem, dengan tingkat endemitas tinggi. Kekayaan bumi Indonesia tersebut menurut World Conservation Monitoring Commitee (1994) mencakup 10% dari seluruh spesies Tumbuhan berbunga di dunia, 12% dari seluruh spesies Mamalia di dunia, 16% dari seluruh spesies Reptil dan Amphibi di dunia, 17 % dari seluruh spesies Burung di dunia dan 25 % dari seluruh spesies Ikan di dunia. Potensi sumber daya alam Indonesia saat ini tidak kurang dari : 25.000 jenis flora dan 400.000 jenis fauna. Jenis-jenis tersebut antara lain : 5.000 jenis anggrek, 500 jenis paku-pakuan, 1.539 jenis burung, 500 jenis mamalia, 10.000 jenis pohon, 2.500 jenis moluska, 214 jenis krustacea, 3.000 jenis ikan, 6 jenis penyu, 25 jenis Mamalia laut, Terumbu karang 450 jenis.
(4) Potensi kawasan : Luas kawasan hutan yang mencakup sekitar 120, 35 juta hektar atau 62,6 % dari total luas daratan 192,16 juta hektar, yang terdiri atas hutan lindung, hutan produksi, dan hutan konservasi. Sedangkan kawasan konservasi yang telah ditetapkan sampai saat ini adalah 519 unit dengan luas total 28,16 juta hektar dengan perincian 50 unit Taman Nasional seluas 16,38 juta hektar; 119 unit Taman Wisata alam seluas 1,06 juta hektar; 21 unit Taman Hutan raya seluas 343.454 hektar; 14 unit Taman Buru seluas 219.392 hektar; 237 unit Cagar Alam seluas 4,73 juta hektar dan 77 unit Suaka Margasatwa seluas 5,42 juta hektar.
(5) Pembinaan habitat merupakan kegiatan untuk memperbaiki keadaan habitat guna mempertahankan keberadaan atau menaikan kualitas tempat hidup satwa agar dapat hidup layak dan mampu berkembang.
Satwa liar dapat menempati tipe habitat yang beranekaragam, baik hutan maupun bukan hutan seperti tanaman perkebunan, tanaman pertanian (sawah dan ladang), pekarangan, gua, padang
rumput, savana dan habitat perairan (rawa, danau, sungai, laut, terumbu karang dan estuaria). Jika ditinjau dari segi statusnya, habitat satwa liar ada terletak di dalam dan di luar kawasan konservasi. Indonesia telah menetapkan kawasan-kawasan konservasi dengan potensi keanekaragaman sumber daya alam hayati termasuk tumbuhan dan satwa liar yang tinggi, tetapi jumlah individu setiap spesies semakin menurun. Suplai makanan, air dan pelindung yang diperlukan satwa liar sepanjang tahun relatif tetap keadaannya yang berfluktuasi menurut musim adalah kualitasnya. Satwa liar mempunyai beberapa strategi untuk menyesuaikan dirinya dengan dinamika lingkungan hutan tropis seperti Indonesia., misalnya tercermin di dalam pola perkembangbiakan, pergerakan ataupun pola migrasi yang berkaitan erat dengan habitatnya. Banyak diantara satwa liar tersebut yang tidak mampu mempertahankan populasinya dengan semakin banyak tekanan dan perubahan habitat mereka. Sebagai salah satu habitat tumbuhan dan satwa liar, kawasan konservasi menjadi salah satu areal yang diharapkan mampu mempertahankan habitat dan populasi satwa liar terutama jenis-jenis satwa liar dilindungi dan terancam punah.
rumput, savana dan habitat perairan (rawa, danau, sungai, laut, terumbu karang dan estuaria). Jika ditinjau dari segi statusnya, habitat satwa liar ada terletak di dalam dan di luar kawasan konservasi. Indonesia telah menetapkan kawasan-kawasan konservasi dengan potensi keanekaragaman sumber daya alam hayati termasuk tumbuhan dan satwa liar yang tinggi, tetapi jumlah individu setiap spesies semakin menurun. Suplai makanan, air dan pelindung yang diperlukan satwa liar sepanjang tahun relatif tetap keadaannya yang berfluktuasi menurut musim adalah kualitasnya. Satwa liar mempunyai beberapa strategi untuk menyesuaikan dirinya dengan dinamika lingkungan hutan tropis seperti Indonesia., misalnya tercermin di dalam pola perkembangbiakan, pergerakan ataupun pola migrasi yang berkaitan erat dengan habitatnya. Banyak diantara satwa liar tersebut yang tidak mampu mempertahankan populasinya dengan semakin banyak tekanan dan perubahan habitat mereka. Sebagai salah satu habitat tumbuhan dan satwa liar, kawasan konservasi menjadi salah satu areal yang diharapkan mampu mempertahankan habitat dan populasi satwa liar terutama jenis-jenis satwa liar dilindungi dan terancam punah.
PENGERTIAN DAN BATASAN
Menurut UU Nomor 5 tahun 1990, habitat adalah lingkungan tempat tumbuhan atau satwa dapat hidup dan berkembang secara alami. Habitat yang baik akan mendukung perkembang biakan organisme yang hidup di dalamnya secara normal. Habitat memiliki kapasitas tertentu untuk mendukung pertumbuhan populasi suatu organisme. Kapasitas untuk mendukung organisme disebut daya dukung habitat.
Satwa liar adalah semua binatang yang hidup di darat, dan atau di air, dan atau di udara yang masih mempunyai sifat-sifat liar, baik yang hidup bebas maupun yang dipelihara oleh manusia. Dalam hidupnya, masing-masing jenis satwa liar mempunyai kebutuhan yang berbeda, namun pada umumnya kebutuhan tersebut meliputi kebutuhan pakan/satwa mangsa, air dan tempat berlindung dari panas dan pemangsa serta tempat untuk bersarang/berkembangbiak, berburu, beristirahat dan memelihara anaknya. Seluruh kebutuhan tersebut diperoleh dari lingkungannya atau habitat dimana satwa liar hidup dan berkembang biak. Dilihat dari komposisinya di alam, habitat satwa liar terdiri dari 3 (tiga) komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu:
1. Komponen biotik meliputi: vegetasi, satwa liar, dan organisme mikro.
2. Komponen fisik meliputi: air, tanah, iklim, topografi, dll.
3. Komponen kimia, meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik maupun komponen fisik.
Secara fungsional, seluruh komponen habitat di atas menyediakan pakan, air dan tempat berlindung bagi satwa liar. Jumlah dan kualitas ketiga sumber daya fungsional tersebut akan membatasi kemampuan habitat untuk mendukung populasi satwa liar. Komponen fisik habitat (iklim, topografi, tanah dan air) akan menentukan kondisi fisik habitat yang merupakan faktor pembatas bagi ketersediaan komponen biotik di habitat tersebut. Di lingkungan dengan kondisi fisik yang ekstrim, aktivitas biologi relatif kurang berkembang, sedangkan di lingkungan yang kondisi fisiknya sesuai, interaksi dalam ekosistem, habitat secara efektif akan membatasi pertumbuhan populasi satwa liar. Suatu habitat yang digemari oleh suatu jenis satwa belum tentu sesuai untuk kehidupan jenis satwa yang lain karena pada dasarnya setiap jenis satwa memiliki preferensi habitat yang berbeda-beda. Berkurangnya/terancamnya habitat disebabkan karena beberapa faktor. Ada tiga faktor utama yang dinilai sangat mempengaruhi terhadap perubahan habitat, yaitu:
1. Aktivitas manusia
Aktivitas manusia merupakan faktor penyebab tertinggi bagi kerusakan dan kehilangan habitat satwa liar. Maraknya illegal logging, perambahan,kebakaran, pengalihfungsian kawasan hutan menjadi areal perkebunan, pertambangan dan lain-lain, membuat habitat satwa liar menjadi semakin tersudutkan dan terancam punah.
2. Satwa liar
Perubahan habitat yang disebabkan oleh satwa liar sangat sedikit, biasanya dipengaruhi oleh kondisi satwa itu sendiri, seperti ; persaingan dalam memenuhi pakan, wilayah jajahan, pasangan, kemampuan bertahan dari serangan satwa lain, penyakit, pengembalaan ternak di dalam kawasan hutan, serta penurunan kerapatan populasi predator sebagai pemangsa, maka populasi pemangsa akan meningkat hingga melebihi daya dukung habitatnya sehingga kondisi ini akan merusak habitat.
3. Bencana alam
Faktor bencana alam merupakan faktor penyebab dapat menimbulkan kehilangan habitat yang sangat luas, seperti ; banjir, longsor, gunung meletus, kemarau panjang, dan lain-lain. Dengan demikian maka diperlukan bantuan manusia agar habitat yang rusak tersebut dapat berfungsi kembali secara optimal.
RUANG LINGKUP PENGELOLAAN SATWA LIAR
Pengelolaan satwa liar adalah ilmu dan seni dalam mengendalikan karakteristik habitat dan populasi satwa liar serta aktivitas manusia untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Secara umum tujuan pengelolaan satwa liar adalah:
• Mempertahankan keanekaragaman spesies.
• Memanfaatkan jenis satwa liar tertentu secara berkelanjutan.
Untuk dapat melakukan pengelolaan satwa liar diperlukan pengetahuan mengenai biologi, ekologi dan perilaku satwa liar. Satwa liar di alam berinteraksi dengan lingkungan atau habitatnya, baik komponen biotik maupun abiotik. Kondisi lingkungan yang sehat akan mendukung pertumbuhan populasi satwa liar hingga mencapai batas maksimum kemampuannya. Populasi satwa liar di alam dapat naik turun, atau stabil. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhinya adalah kelahiran (natalitas), kematian (mortalitas), imigrasi dan emigrasi. Selain itu dipengaruhi juga oleh faktor-faktor ekologis habitatnya, yaitu: ketersediaan pakan, air, tempat berlindung, perubahan vegetasi, iklim, pemangsaan, penyakit, bencana alam, dan aktivitas manusia (vandalisme).
PEMBINAAN HABITAT SATWA LIAR
Dalam pembinaan habitat satwa liar ada tiga komponen utama yang satu sama lain saling berkaitan, yaitu: komponen biotik (meliputi: vegetasi, satwaliar, dan
organisme mikro), komponen fisik (meliputi: air, tanah, iklim, topografi, dll.) dan komponen kimia (meliputi seluruh unsur kimia yang terkandung dalam komponen biotik maupun komponen fisik).
1. Pengelolaan Pakan
Berdasarkan jenis pakan dan kebiasaan makannya maka satwa dapat dibedakan sebagai satwa pemakan buah dan biji (frugivor), rumput, daun, pucuk (herbivora), pemakan serangga (insectivor), pemakan daging (karnivora) dan pemakan segalanya (omnivora). Upaya dalam pengelolaan pakan biasanya berupa peningkatan kualitas dan kuantitas.
2. Pengelolaan Air
Untuk memenuhi kebutuhan satwa akan air untuk minum, berkubang, dll selain memanfaatkan air bebas dari alam (sungai, air hujan, embun dan sumber-sumber lain) diperlukan sarana tambahannya. Misalnya, pembuatan tempat minum, pembuatan kubangan dan kontrol terhadap kualitas air.
3. Pengelolaan Pelindung (Cover)
Kebutuhan perlindungan dari terik matahari, hujan dan pemangsa, sangat dibutuhkan satwa. Untuk itu diperlukan pengetahuan tentang pola penggunaan ruang setiap spesies satwa. Pengelolaan cover berkaitan erat dengan pengaturan vegetasi. Selain itu perlu diketahui juga tentang preferensi habitat setiap spesies satwa. Kegiatan yang mungkin dilakukan dalam pengelolaan pelindung misalnya peningkatan jumlah pohon peneduh yang dibutuhkan oleh satwa. Dalam perbaikan habitat memerlukan pengkajian terhadap aspek penyebab kerusakan habitat dan daya dukung habitat yang dibutuhkan oleh setiap satwa.
TAHAP-TAHAP PEMBINAAN HABITAT
Beberapa kegiatan dasar pembinaan yang perlu mendapat perhatian dalam kegiatan pembinaan habitat dan populasi satwa, yaitu :
1. Kegiatan tersebut harus didasarkan pada studi yang dilakukan secara bertahap yang diawali dengan inventarisasi dan sensus, dilanjutkan dengan analisa data dan penyusunan rencana pembinaan habitat dan populasi
2. Kegiatan harus layak dari segi teknis, sosial dan ekonomi serta layak dari segi lingkungan
3. Kegiatan diarahkan untuk mempertahankan kondisi alami dan menggunakan tumbuhan setempat bukan eksotik
4. Kegiatan harus disesuaikan dengan status kawasannya
5. Kegiatan tersebut perlu adanya monitoring dan evaluasi yang ditindak lanjuti berdasarkan hasil monev.
JENIS-JENIS KEGIATAN PEMBINAAN HABITAT
1. Pembinaan apabila populasi satwa kurang
Kegiatan pembinaan habitat satwa liar yang dapat dilakukan bila populasi satwa kurang seperti : Reboisasi, pembuatan grazing ground (padang pengembalaan), pembuatan salt lick (garam jilat), penyediaan tempat minum,
Pembuatan tempat berkubang, pembuatan tempat berlindung, pembuangan jenis eksotik dan kegiatan penambahan populasi.
2. Pembinaan apabila populasi satwa cukup
Apabila dari hasil inventarisasi dan sensus satwa serta habitat satwa kondisinya masih baik, yaitu satwa masih dalam daya dukung kawasan dengan populasi yang stabil dan kondisi habitat yang masih baik, maka kegiatan yang perlu dilakukan adalah pengamanan kawasan yang difokuskan kepada kemungkinan terjadinya perburuan satwa dan perusakan habitat, serta pemeliharaan kesehatan satwa dan habitatnya terutama dari kemungkinan terjadinya penyakit menular.
3. Pembinaan apabila populasi satwa lebih
Apabila pertumbuhan populasi satwa berlebih (over populasi) dalam suatu kawasan, perlu dilakukan kegiatan pembinaan habitat dan populasi dengan melakukan pengurangan populasi satwa yang ada. Kegiatan pengurangan satwa liar dilakukan dengan penjarangan dan pemeliharan kesehatan satwa.
PENUTUP
Kawasan konservasi sebagai kawasan yang di dalamnya terkandung berbagai hidupan liar, dan ekosistemnya berperan sebagai penyangga kehidupan dengan potensi keanekaragaman hayati yang tidak ternilai. Aktivitas manusia, satwa liar dan bencana alam dapat menyebabkan perubahan maupun kerusakan habitat satwa liar. Pembinaan habitat merupakan salah satu kegiatan pengelolaan satwa liar untuk memperbaiki keadaan habitat satwa liar guna mempertahankan keberadaan atau menaikan kualitas tempat hidup satwa agar dapat hidup layak dan mampu berkembang. Dalam pelaksanaannya, pembinaan habitat dilakukan dengan memperhatikan prinsip pokok konservasi yaitu pertimbangan ekologis, prinsip keterpaduan, efektifitas kegiatan, dan secara teknis dapat dikerjakan serta secara ekonomi dapat dilaksanakan.
1 komentar:
Apa pengertian stasiun pakan
Posting Komentar