01/04/06

Generasi XXX

Ada seorang teman dengan bangganya membubuhi huruf X setelah namanya sebut saja chalix katanya sich sebagai simbol yang sulit diungkapin. Bagi teman-teman muda menyebutnya generasi X. istilahnya sich bermacam-macam misalnya slank dengan meyebut generasi biroe. Namun kesemuanya itu sama saja. Entah siap yang "mencanangkan" istilah itu, ya kalau dipikir-pikir ada benarnya juga.
Istilah generasi X mungkin dianalogikan sebagai simbol yang tanpa siapa-siapa, tanpa identitas atau the unknown tidak ada "ilmu" yang membahas hal tersebut. Akan tetapi itulah realita yang terjadi saat ini.
Kira-kira menurut Ibnu Khaldul menyatakan bahwa orang yang kalah akan ikut dengan orang yang menang...Sekarang orang sudah tau bahwa ada yang namanya idiologi kapitalisme (paham yang menyatakan bahwa kendali kekuasaan berada dibawah orang yang memiliki modal) bahkan idiologi ini lebih parah dari perang senjata yang mana mendominasi kebudayaan di dunia ini tetapi bahkan mengheghegemoninya; yang paling parah mereka termaksuk kita tanpa ssadar telah mengikuti gaya hidup mereka apalagi dengan adanya media mereka yang setaiap detik dapat kita tonton. Dowson`s Creek, Melrose Plase, dan masih banyak lagi. Bahkan, di Rusia dan Beijing sendiri, sebuah iklan soft drink serasa menyentil mereka: Get The Real Thing. Secara idiologis kelompok "kiri ataupun "kanan" menyebutnya dengan semangat sex, sport, song dan smoke.
MTV, Mc Word, CNN, bahakan restoran siap saji yang menjadi sajian junk foot terlaris bahkan dosen-dosen kita yang dengan bangganya menyebarkan gaya hedonist.
Salahkan hal itu? tentu saja tidak. Permasalahannya adalah ketika orang telah dan akan terjebak didalamnya.Image. ya hal inilah yang menjadi kemasan kulit luar yang menghindari kekunoan kita. Namun sari pati yang terkandung didalamnya kurang dihayati. Jadi apakah salah orang-orang yang bertato, dugem, memakai baju "belum jadi" , memakai anting bagi kaum adam, serta bergaya hidup hedon. atau seperti temen-teman bilang biar ikut trend aja biar trus gaul. Justru inilah yang menjadi permasalah ketika kita hanya dan mau menerima budaya tersebut tanpa mempertimbangkan layak ataukah tidaknya bagi kita.
Malah berdasarkan kepala dan telinga kita ada kecendrungan barat untuk melirik ke timur sebut saja meditasi, tarian streeptes, musik etnis. Alangkah malunya kita sebagai orang Indonesia yang melihat begitu sedikitnya teman-teman muda kita yang pandai memainkan alat musik tradisional kita.
Akar permasalahan adalah Imege yang telah di "suntik"kan kepada kita melalui iklan, dan kata orang globalisasi. mungkin benar atau salah semua tergantung kita sebagai orang Indonesia. Tetapi mungkin benar bahwa generasi kita adalah generasi X yang resah gulana mencari eksistensi diri di tengah dunia yang semakin kecil ini. Mungkin.
Sebut saja Ravi Shangkar yang memainkan perannya sebagai orang dari Timur. Meski telah dituduh menjual diri keperadaban barat namun tetap terus memainkan misinya dengan memegang nilai-nilai timur. Bahkan, dia emnjadi guru George Harrison, sang gitaris The Beatles, dan menjadi tamu terhormat dalam "Woodstock 69".
Kalau saja kita bisa melihat barat sebagai kajian oksidentalisme (kajian yang dilakukan peradaban timur untuk kebudayaan barat), yang bisa kita kritisi dan sekaligus kita ambil manfaatnya, mungkin generasi kita tidak akan dikeruminin sampah-sampah peradaban yang mereka buang dan kita agung-agungkan. Andai saja.......? Why Not....

Tidak ada komentar: