21/06/06
INDONESIA-Qoe
17/06/06
"filsafat"
"Filsafat adalah upaya manusia dan keseluruhan lingkungan untuk memperoleh jawaban-jawaban dengan metode radikal, integrital, kritis, reflektif, dan sistematis"
Sebelumnya saya pribadi meminta maaf apabila dalam tulisan-tulisan ini terdapat kesalahan dan kekurangan semua tulisan ini bersumber dari kajian-kajian persemayamanku dan referensi buku-buku yang telah ada serta saya pribadi kebetulan tidak mendalami ilmu ini; karena dengan cinta maka saya memberanikan diri menulis konsep ini. Sejatinya tidak ada kebenaran yang bersifat mutlak; kebenaran yang mutlak adalah kebenaran yang ada pada si"doi" diatas
Memang, sebuah kata berlebel filsafat adalah sesuatu yang unik. Filsafat sangat berjasa dalam menjawab berbagai pertanyaan serta mengasah daya kritis seseorang. Dari sejarah kita dapat membaca kontribusi para filusuf-filusuf seperti Plato, Aristoteles, Karl Marx, Rene Descartes, Thomas Aquinas, Imanuelt Khan, Hagel, Ibnu Rush, Ali Syariati, Ibnu Sina, dan sebagainya dan sebagainya, bahkan ilmu pengetahuan dan teknologi modern membawa pengaruh begitu besar dari filsafat sehingga turut menyumbangkan banyak manfaat untuk perkembangan dunia.
Namun di salah satu pihak, seperti orang tua saya. Filsafat dianggap sebagai racun yang bisa menyesatkan, bisa membuat orang gila bahkan memurtadkan agama seseorang dan selama ini saya membantah hal itu entah karena subyektifitas yang ada pada diriku. Ku menyebutnya"sabda dari persemayamanku" karena letaknya berada dalam area pandangan dunia, maka filsafat rawan dengan perang pemikiran. Tak kurang seseorang dari Al Ghazali sempat berseteru dengan Ibnu Sina dan berakhir degan kesimpulan mengharamkan filsafat. Baru kemudian datang Ibnu Rushd dengan mencairkan kebekuan dalam bukunya "kesesatan dalam kesesatan"
Sumber utama "perkelahian" itu adalah sumber yang berlainan. Satu berdasarkan pada Al-Quran dan Hadist dalam konteksnya (konseptualis) dan lainnya berdasarkan menyandarkan pada akal manusia.
Sebenarnya dari berbagai mahzab yang dipakai hingga kini adalah perpaduan antara tindakan dan mendorong penalaran semua wujud yang tampak dari penalaran rasionalitas, rasio dan syariat akan bertemu pada satu titik tanpa adanya konflik, bahkan saling mendukung dan menempatkan posisinya masing-masing dan saling mencintai.
Filsafat adalah "sejenis makanan" yang sangat dekat dengan keseharian kita. Setiap orang pasti sering bertanya dan bertanya tentang sesuatu. Pertanyaan seperti mengapa aku ada? Siapa Aku? Apa itu kebenaran? Apakah Ada Tuhan? Terkadang muncul diluar ketidakberdayaan kita di area pemikiran. Ketika kita terus bertanya dan bertanya maka secara tidak langsung kita telah berfilsafat. Karena azasinya manusia selalu menghadapi permasalahan dan berusaha mengatasinya dengan pemikiran. Dan terkadang manusia selalu mengsekte-sekte apakah itu benar salahnya. baik dan buruk, dan sebagainya.
Dengan sebuah filsafat setidaknya kita dapat memecahkan suatu masalah dan menambah daya kritis kita dalam menyikapi persoalan hidup. Lebih dari itu kita dapat mendalami kajian-kajian spiritual kita dalam menyikapi tentang adanya tuhan. Mengetahui pemikiran-pemikiran manusia barat seperti Karl Marx dan keloninya, menyelami pemikiran filusuf islam seperti Ali Syariati dan lainnya.
VIQAROLOGI "sebagian potret mahasiswa"
Sedangkan kelompok lainnya adalah favorit dan trandsetter bagi yang lainnya. Dunianya hanya dipenuhi hedonitas, hura-hura, mencari kesenangan belaka. Ada image yang tidak mengkuti gaya mereka sekarang ketinggalan jaman dan norak. Mungkin kelompok ini tidak tahu tujuan mengapa mereka melanjutkan kuliah, kecuali karena "memang sudah semestinya kuliah","buat nyari kerja" atau "buat gaul".
Maka terjadilah pengotak-ngotakan di kampus. Anak babe, Anak Mushala, Anak gaul, kutu buku, anak rohis, aktivis kampus dan sebagainya- dan sebagainya. Anak Senat menjadi ajang "pertempuran idiologis" mereka masing-masing. Kelompok pertama menuduh anak gaul tidak bermoral, bodoh, suka menghabiskan uang orang tua, kerjaannya cuma nongkrong dan tidak punya tujuan mulia. Kelompok kedua menuduh si kutu buku sebagai orang yang tidak bisa bersosialisasi, egois, berinteraksi dengan sebayanya.
Mungkin dikotomi ini terkesan ekstrim dan ada simplifikasi bila melihat dari kacamata massa kini. Tapi, pernah ada masa seperti itu dan sisanya masih ada sekarang.
Tentu saja ada kekurangan dan kelebihannya masing-masing. Si kutu buku lebih pintar dalam konsepnya dan ada kecendrungan mempunyai "moral" yang baik. Doi juga penurut dan baik hati. Tetapi umunya mereka hanya pintar secara akademis, kurang pintar dalam memanfaatkan kepintaran dan memanfaatkan kepintarannya itu untuk orang lain. Buat apa ilmu kalau tidak dipergunakan untuk banyak orang dan mempunyai sosial skil yang rendah.
Sedangkan si anak gaul memang disukai oleh banyak orang. Umumnya humoris dan supel. Ngobrol dengan dia seakan tidak ada habisnya dan mengalir seperti air terus menerus. Tetapi cenderung citra negatif melekat pada dirinya ketika dalam wilayah kenakalan, pembangkan, pemalas, bodoh, manja, suka berpesta-fora. Kebanyajan rentan terhadap kenakalan tindak kriminal seperti narkoba dan seks bebas.
Dilapangan kedua sikap ini bisa berbaur dalam sebuah wadah yang namanya organisasi kemahasiswaan. Misalnya Himpunana Mahasiswa Jurusan, Senat Mahasiswa, Badan Eksekutif Mahasiswa, Unit Kegiatan Mahasiswa dan sebagainya. Ternyata menurut hemat saya, kita bisa cerdas secara akademis juga cerdas dalam pergaulan karena tidak bisa dipungkiri bahwa ketika kita terlibat dan menyatu pada sebuah organisasi maka dengan sendirinya akan melekat rasa solidaritas sesamanya sehingga terbentuklah pergaulan yang baik.
Memilih salah satu kelompok rasanya kurang bijak karena keduanya ada dititik ekstrim. Ada baiknya keseimbangan keduanya diperhatikan.
Ada kisah menarik tentang seorang lulusan perguruan tinggi yang mencari pekerjaan. Orang yang hedonist dan hanya dalam basis anak gaul, biasanya susah mencari pekerjaan kalaupun ada paling didalamnya ada unsur koneksitas. Sedangkan si kutu buku biasanya gampang mencari pekerjaan karena orientasi bursa kerja adalah cerdas akademis yang diwakili oleh Indeks Prestasi (IP).
Tetapi dalam sintesa keduanya bisa kalah oleh anak gaul yang cerdas dan setidaknya mengikuti kegiatan-kegiatan organisasi kemahasiswaan. Karena biasanya, aktivis mempunyai keahliah khusus yang tidak didapat dalam bangku kuliah ataupun konsep si kutu buku. Orang menjadi cerdas, kadangkala karena hidden curriculum (Kurikulum tersembunyi) yang ada dalam berbagai diskusi dan obrolan hangat sesamanya. Apalagi kalau ia mendalami salah satu atau banyak keahlian misalnya jurnalistik dan mendapat banyak kenalan dan koneksi orang sukses.
Satu lagi yang perlu ditekankan. Adalah sangat wajar ketika kita menjadi nakal. Nakal kultural, nakal sosial, dan nakal intelektual. Dan, adalah wajar ketika kita menjadi orang yang radikal, emoosional, idealis,dan pemberontak. Justru karena sifat seperi itulah, gerakan mahasiswa dipandang secara terhormat sebagai salah satu agent of control, agent social. Mengutip Nurcholis Madjid (Cak Nur) "Wajar mahasiswa menjadi "kiri" dan wajar setelah lulus dan mapan, mereka menjadi "kanan". Kalau dari mahasiswa saja sudah menjadi pro status quo, bagaimana kalau sudah lulus dan mapan?"
-
Kelelawar di kaki Gunung Sakora PEMBINAAN HABITAT SATWA LIAR DI KAWASAN KONSERVASI Disampaikan pada on the job training pengelola...
-
KEWENANGAN PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI: Tinjauan terhadap Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 ...
-
Mengenal GPS 76CSx Saya merasa tertantang untuk mencari sendiri gimana sih pemakaian GPS Garmin Seri...
-
A. Pengertian Global Positioning System (GPS) adalah konstelasi dari 24 satelit NAVTAR (Navigation satellite Timing and Ranging) y...
-
Konsep pembangunan di negara-negara dunia ketiga (termasuk Indonesia) telah terjebak pada sekedar pembangunan fisik, dengan fokus utama pert...