24/04/06

OH WAKIL RAKYAT-Qoe... TEGANYA DIRIMU

Indonesia masih trus menangs. Ditengah bencana alam yang belum usai selama kepemimpinan SBY-JK, busung lapar yag melanda daerah-daerah lainnya, aksi buruh menolak revisi UU ketenagakerjaan tanggal 1 Mei mendatang dan sebagainya dan sebagainya.....
Indonesia masih trus menangis. Ditengah bencana alam yang belum usai selama kepemimpinan SBY-JK, busung lapar yag melanda daerah-daerah lainnya, aksi buruh menolak revisi UU ketenagakerjaan tanggal 1 Mei mendatang dan sebagainya dan sebagainya....Selayaknya. Wakil rakyat, mereka betul-betul menyuarakan dan merasakan suara hatinya. Apabila rakyat tengah berada dalam kepedihan, sejatinya merekapun berada dalam kepedihan tersebut. Jika tidak kedudukan sebagai wakil rakyat tersebut hanyalah bersifat semu saja. Tahun lalu misalnya Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR-RI menyetujui kenaikan gaji (take home pay) anggota DPR dari 2,26 juta menjadi 40 juta (wow... sebuah gaji yang sangat tinggi untuk negeri ini), DPR menyetujui kebijakan pemerintah untuk menaikkan BBM dan kebijakan lainnya yang sangat-sangat membuat rakyat ini makin terpuruk. Ada satu pertanyaan penting dimajukan adalah jika memang benar mereka mewakili rakyat, mengapa mereka segitu teganya mengambil keputusan-keputusan tersebut dengan asumsi-asumsi yang "cantik" untuk berusaha membohongi rakyat. Saat itu dimana-mana rakyat tampak mengekspresikan nada keberatannya dengan berbagai cara. Meski demikian DPR akhirnya menyetujui hal-hal yang memberatkan tersebut. Jadi, siapa sebenarnya yang mereka wakili?
Sekarang situasinya tidak berbeda jauh. Rakyat masih merasakan berbagai kesulitan akibat naiknya BBM. Namun, suara wakil rakyat yang membela kepentingan masyarakat nyaris tak terdengar justru yang terdengar malah meloloskan UU Sumberdaya Air yang mengarah pada privatisasi. Mungkin mereka nanti
nga sejalan dengan kehendak masyarakat tentang RUU APP dan Revisi UU Ketenagakerjaan...
Kenyataan seperti ini tidak dapat dilepaskan dari kekeliruan paradigma politik sekuler yang selama ini diterapkan. Berbicara politik dalam kacamata barat sekuler berarti berbicara kekuasaan. Artinya orang-orang yang berkiprah dalam dunia politik sekarang senantiasa memfokoskan agar senantiasa untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan. Jika tidak dapat berkuasa, maka bagaimana kekuasaan itu dibagi-bagi. Sehingga terjadilah kompromi untuk sama-sama mempertahankan kekuasaan.
Muaranya adalah kepentingan. Sayang, kepentingan tersebut lebih didominasi oleh kepentingan pribadi atau kelompok/partai dengan mengatasnamakan konstituen partai. karena itu tidak mengherankan jika jorgan partai sekuler adalah "
tak ada musuh abadi, tak ada teman abadi, yang ada adalah kepentingan abadi".
Berdasarkan paradigma tersebut, wajar jika partai sekuler lebih mengedepankan kepentingan. Wujudnya adalah kekuasaan, jabatan dan fasilitas....serta lainnya
he...he...he...jadi wajar saja kalau suara rakyat, suara teman-teman mahasiswa tidak didengarkan oleh bapak-bapak kita yang terhormat sekaligus terkutuk itu. Mungkin itulah salah satu penyebab "keterkukan" mereka dan tulisan ini adalah hasil pemikiran semalaman suntuk dalam kamar kostan oleh seseorang yang sudah tidak terlalu ekstrim dalam gerakan kemahasiswaan. Idealis sich tetap namun toch kita harus realistis dan sedikit "seksi" bermain dalam sistem yang ada sekarang. Keseimbangan antara idealis dan realistis itulah idiologi yang sekarang Qoe anut dan "seperdelapan" teman-teman sarjana yang ada sekarang. ada komentar?

Tidak ada komentar: