Mendengar kata preman mungkin hati kita sedikit ciut. Preman yang selalu kita identikkan dengan seseorang yang bertubuh besar, seram, dan nakal serta sering membawa senjata tajam. Sehingga menyebabkan setiap melihat dan mendegar kata preman membuat kita selalu takut. Tetapi pernahkah kita sadar bahwa kita sudah terlalu tendensius dalam menilai seseorang??
Mereka tidak ingin menjadi seperti itu. Tapi apalah daya, ternyata kita juga yang memaksa mereka berbuat demikian.
Qoe mengenal banyak sekali preman dilingkungan sekitarku. Selain karena faktor orang tua yang mungkin sedikit disegani oleh mereka, qoe juga memberanikan diri untuk bergaul dan berbincang-bincang dengan mereka.
Ternyata bergaul dengan preman itu asyik sekali. Banyak sekali pelajaran hidup yang bisa qoe ambil hikmahnya demi hidupku kelak. Ternyata memang benar kita yang mengaku diri orang baik-baik ini yang membuat mereka menjadi demikian.
Pernah suatu ketika qoe cerita-cerita dengan beberapa pemuda yang boleh dibilang sudah dewasa. Ia menceritakan bagaimana ia bisa masuk penjara dan sampai sekarang ini tetap menjadi preman. Waktu itu ketika perut sedang lapar-laparnya, ia berusaha meminta ke orang lain yang ia kenal, tetapi tidak ada yang mau menolong. Kemudian ia berusaha untuk meminjam kepada orang-orang yang mempunya uang, bukannya uang yang ia dapat tetapi makian yang ia dapatkan.
Setelah sekian lama mencari-cari uang untuk membeli makanan, akhirnya setan pun memasuki pikirannya. Terjadilah peristiwa penodongan terhadap seorang wanita muda. Setelah sempat sedikit menikmati hasil “jerih payahnya” ia pun berhasil diciduk oleh aparat kepolisian.
Setelah keluar dari penjara, ia pun memutuskan untuk menjadi preman. Penduduk yang selalu mendiskreditkan orang yang pernah di penjara sebagai orang jahat, menjadi landasan ia berbuat demikian.
Mendengar cerita darinya, qoe pun sedikit tersadar. Ternyata sebagian besar penduduk negeri ini hanya bisa berkata tanpa memberikan solusi. Mereka dengan besar mulut berbicara bahwa kejahatan harus ditumpas. Tapi tidak memberikan solusi bagaimana kejahatan itu ditumpas.
Kejahatan tidak bisa ditumpas dengan cara menangkap para pelaku kejahatan. Inti dari tindak kejahatan yang terjadi di negeri ini adalah ketimpangan ekonomi. Orang kaya yang selalu menyimpan uangnya seolah-olah uang itu akan dibawa mati sangat jauh berbeda dengan mereka orang-orang yang setiap hari selalu berupaya agar bisa makan. Makan sehari satu kali pun sudah cukup bagi mereka. Tidak ada terbesit dibenak mereka untuk membeli pakaian yang bagus dan menarik karena tidak mempunyai uang yang cukup.
Selain itu, mari kita ubah kebiasaan kita yang selalu men-cap seseorang yang keluar dari penjara itu sebagai orang jahat. Tidak semua dari mereka itu orang jahat. Malah qoe yakin mereka tidak ingin diri mereka menjadi orang yang jahat. Sebagai orang yang mempunyai Tuhan, mereka pasti ingin menjadi orang yang baik-baik. Tapi apalah daya, ternyata masyarakat lebih senang membuat mereka seperti it uterus tanpa mau memberikan kesempatan kepada mereka untuk menjadi pribadi yang lebih baik.
Pernah suatu ketika Qoe berjalan sama mereka. Ketika dalam perjalanan tersebut terdengar suara panggilan adzan dari suatu masjid. Mereka dengan sigap dan perhatian menanyakan kepadaku apakah tidak sebaiknya sholat dulu? Mendengar pertanyaan tersebut dalam hati Qoe berkata, ternyata tidak selamanya preman itu seram. Ternyata preman itu juga manusia.
Semoga saja semakin banyak preman-preman yang bisa menemukan kembali jalan-jalan yang benar. Tentunya dengan kerja sama kita semua. Mulai sekarang, Qoe minta kepada semua agar kita semua bisa saling menghargai antar sesama. Harta tidak akan membuat seseorang mulia dengan memilikinya, harta akan membuat orang yang mempunya mulia jika harta tersebut digunakan dengan baik untuk membantu sesama sehingga terciptanya kesejahteraan bersama antara si kaya dengan si miskin sehingga tidak lagi orang miskin di negeri ini.