Ada pertanyaan aneh dari seorang Guru berjulukan Doktor kepada saya malam ini melalui sebuah email. Pertanyaannya sederhana. Coba buatkan saya tulisan tentang Agama dan Etnis orang lain dalam pandangan sederhana yang saya alami. Ini kah aneh? kenapa aneh karena pikir saya saat itu, saya pasti akan menuliskan keburukan dan kejelekan agama serta suku orang lain apalagi ini merupakan prinsip hidup manusia dalam berinterkasi sosial sesamanya. Pasti pembaca pernah mengenal istilah "SARA". Sara yang dimaksud bukanlah seseorang dengan body aduhai, seksi, putih dan menghiasi film-film biru yang tersimpan "hidden" dalam folder hardisk. Sara yang dimaksud adalah Suku Agama Ras dan Antar golongan. Pemicu adanya konflik.
Tentang Agama orang
lain.
Saya lahir dalam keluarga ber-KTP
Islam maka saya pun hingga kini masih ber-KTP Islam. Agama bagi saya adalah
ajaran yang amat terhormat. Begitupun lainnya, seseorang yang berusaha memegang
teguh agama baik Islam maupun bukan Islam, meskipun saya merasa tidak sempurna
dalam menjalankannya tapi merasakan sesuatu yang aneh, dan menurut saya sesuatu
itu sepertinya sudah lama ingin saya cermati.
Saya menduga, meskipun dugaan
saya ini bisa jadi salah, saya melihat dan merenungi bagian demi bagian komentar
dari teman-teman saya sepertinya terlalu memojokkan agama Islam. Agama Islam
yang saya junjung menjadi pedoman hidup dan saya menganggapnya sebagai ajaran
sempurna.
Bagi saya dan penganut Islam
lainnya mudah-mudahan sepakat dalam hal ini. Tapi saya tidak mengaitkan kepada
penganut agama lain karena prinsip kita "berbeda".
Mengenai agama lain, awalnya saya punya pandangan negatif pada agama lain terutama Kristen ditempat tinggal saya saat ini, hal tersebut karena saya melihat kelakukan kristen ketika natal dengan mabuk-mabukan sampai dengan terjadinya tindak pidana kekerasan akhir Desember kemarin. Kemudian ada beberapa peristiwa yang merubah pandangan saya, yaitu ketika Calon Gubernur Jakarta. Basuki Tjahaja Purnama tau Ahok mencalonkan diri sebagai Cagub. Di media sosial ramai diberitakan tentang agama ahok. yang merupakan seorang kristen, yang membuat saya punya pandangan bahwa kristen tidak seburuk yang saya kira.
Saya tidak akan membahas
kepercayaan orang lain karena dalam ajaran saya yaitu islam kita diajarkan
untuk menghargai orang lain, baik itu pemahamannya, kekurangannya dan lain
sebagainya. Saling menghargai dalam keberagaman agama dan kepercayaan itu perlu
dijaga. Karena saya percaya tak satupun agama yg mengajarkan kejahatan. Pertanyaannya
adalah apakah orang tersebut berbuat sesuai dengan kehendak TUHAN?
Ber-agama-pun tak ada artinya ternyata kalo perbuatan kita tidak bener.
Tentang Etnis orang lain.
Keberagaman bukanlah hal yang
aneh lagi bagi masyarakat Indonesia. Banyak fakta di tengah masyarakat yang
menunjukkan hubungan antara masyarakat pribumi dengan masyarakat etnis Tionghoa
diwarnai oleh prasangka, ketegangan dan pertentangan. Kondisi ini sangatlah
berbeda dengan stereotip bangsa Indonesia yang dikatakan relijius, mudah
membantu sesamanya atau gotong royong, saling toleran, ramah penuh semangat
kekeluargaan dan lain lain.
Dalam
pandangan saya, etnis Tionhoa merupakan etnis yang memiliki ciri fisik mata
sipit, kulit putih, mempunyai warna merah sebagai simbol tertentu mereka, dirumah-rumah
mereka umumnya dijumpai dupa dengan wewangian khas, tak
banyak ditumbuhi bulu (bagi pria tak berjenggot/cambang/kumis), serta yang utama adalah saya selalu
identifikasikan dengan hal-hal yang berbau perdagangan dan wilayah urban.
Bahkan diwilayah tempat saya tinggal ada sebuah pemukiman yang memang diatur
berdasarkan etnis atau kelompok Tionghoa
tersebut.
Orang
Tionghoa memiliki perasaan dengan hati , menggunakan suatu perasaan yang baik
dan menghargai sedikit orang lain. lebih memikirkan orang lain ketimbang dengan
dirinya sendiri, memiliki sebuah komitment dengan baik. Kebayakan dari mereka
memiliki kejujuran yang lumayan baik . di sini watak orang tionghoa lebeih
kepada suatu kejujuran. Sehingga ada pendapat beberapa rekan saya jika kerja
dengan orang Tionghoa yang diutamakan mereka adalah kepercayaan.
Harapan
saya semoga etnis Tionghoa terus berkontribusi besar dalam pembangunan. Sekarang pun warga keturunan
Tionghoa masih unjuk gigi; berperan besar dalam kemajuan bangsa sesuai dengan
bidang yang mereka minati. Ada yang jadi atlet, pengusaha, pembawa acara di TV,
penyanyi, artis, mahasiswa, jurnalis, dosen, dokter, menteri, aktivis,
politisi, pendeta, dan ada juga yang menjadi ustadz dan ustadzah! Peran mereka
di masa lalu dilanjutkan oleh mereka secara lebih bebas karena di era Gus Dur,
keberadaan keturunan Tionghoa kini diakui, dan dihargai. Tidak peduli siapa
mereka dan sukunya apa, meskipun berkontribusi untuk kemajuan Indonesia,
mengapa tidak? Bukankah negara kita menjunjung tinggi Bhinneka Tunggal Ika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar