Baru kembali dari perjalanan dinas luar kota, saya tiba di rumah sekitar pukul 3 pagi WITA. Rencana awal hari Jumat ini adalah beristirahat, mengingat perjalanan yang sangat melelahkan, menempuh 32 KM melintasi hutan yang tercatat di aplikasi Avenza pada ponsel saya. Namun, ketika membuka ponsel, di grup WhatsApp Ekologi Pertanian S2 24 terdapat pesan tugas wajib:
"TUGAS WAJIB Besok ada pameran di UPA Sumber Daya Hayati di kantor Herbarium Universitas Tadulako. Masuk melalui gerbang barat Fakultas Teknik, posisi kantor UPA ada di sebelah kiri. Ada tenda pameran. Kunjungi dan buat resume 1 halaman tentang hasil kunjungan...🤝🤲👌🏻✍🏿"
Rencana istirahat saya pun pudar. Pukul 08.20 WITA, tanpa jeda, saya bergegas menuju kampus Universitas Tadulako. Di sana, suasana sudah ramai dengan mahasiswa dan materi yang dipaparkan oleh Dr. Ir. M. Nur Sangadji, DEA.
Unit Pelaksana Teknis Sumber Daya Hayati Sulawesi, khususnya Divisi Herbarium Celebense dan Museum Zoologicum Celebense, memiliki tugas utama melaksanakan pengelolaan dan perlindungan keanekaragaman hayati khas Sulawesi, pelayanan penelitian, identifikasi biota, serta pelatihan keanekaragaman hayati.
Saat tiba, perhatian saya langsung tertuju pada peta konservasi Pulau Sulawesi yang terpampang di layar besar. Bersama tiga rekan yang juga menempuh pendidikan di Pascasarjana UNTAD dan seorang dari Balai PHKTL, kami berdiskusi mengenai tampilan peta konservasi tersebut. Namun, tampilan di pintu masuk terasa kurang lengkap, terutama mengenai kawasan konservasi di Sulawesi Tengah. Dalam peta tersebut tidak tercantum seluruh kawasan konservasi, seperti Suaka Margasatwa, Taman Wisata Alam, dan Taman Buru yang seharusnya jelas tercantum sesuai Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 dan diperbaharui dengan UU No. 32 Tahun 2024.
Saya melanjutkan kunjungan dengan menaiki tangga ke lantai dua gedung yang kabarnya akan segera dipindahkan dan dibangun ulang. Di sini, koleksi spesimen tumbuhan dari Sulawesi Tengah dipajang, banyak di antaranya berasal dari Taman Nasional Lore Lindu. Kami mendapat informasi bahwa total koleksi mencapai 5.000 sampel, meskipun sebelumnya lebih dari 10.000 sampel rusak karena kurangnya pemeliharaan.
Di lantai dua juga terdapat fosil ikan hiu, alat tangkap tradisional, dan rotan yang dipajang dalam etalase yang sudah berdebu. Meskipun koleksi ini sangat unik dan endemik, fisik saya mulai terasa lelah karena perjalanan sebelumnya.
Di luar gedung, berdiri spanduk-spanduk yang menampilkan informasi tentang sumber daya hayati Sulawesi. Herbarium ini telah berdiri sejak tahun 2000, awalnya dikenal sebagai Herbarium Universitas Tadulako.
Pameran ini menyadarkan saya betapa pentingnya Pulau Sulawesi, khususnya Sulawesi Tengah, dalam menjaga stabilitas ekosistem. Keanekaragaman hayati yang kaya di pulau ini berperan penting dalam siklus energi dan materi, memberikan kontribusi yang signifikan dalam keberlangsungan ekosistem yang seimbang. Saya pun teringat akan kuliah pertemuan sebelumnya pada selasa malam bahwa kedepan kami akan membahas tentang climate change untuk didiskusikan pada pertemuan selanjutnya.